Sebaiknya Media Informasi Selektif Dalam Mengekspos Berita
Pemberitahuan 08.11JAKARTA--Maraknya berita di media massa yang mengupas aksi bunuh diri dianggap kalangan psikolog secara tidak langsung memicu bertambahnya pelaku bunuh diri. Pemberitaan di media massa seakan menjadi pembelajaran bagi mereka yang depresi tingkat tinggi sehingga berani memutuskan untuk bunuh diri.
''Mereka (pelaku aksi bunuh diri, red) melihat contoh cara orang bunuh diri dari media, kemudian berniat untuk mengikuti cara itu, misalnya dengan melompat dari gedung tinggi. Mereka meniru caranya, apalagi cara itu terbukti berhasil," ujar Direktur Rumah Sakit (RS) Jiwa Soeharto Heerdjan, Ratna Mardiyati, kepada Republika, belum lama ini.
Menurut Ratna, maraknya aksi bunuh diri secara tidak langsung dipicu oleh pemberitaan di media massa. Faktor pemberitaan di media massa yang mempertontonkan adegan bunuh diri dengan cara melompat dari gedung tinggi juga secara tidak langsung berdampak negatif.
Hal senada dikatakan psikolog, Tika Bisono. Menurut Tika, adanya tayangan aksi bunuh diri di televisi dan media massa lainnya, secara tidak langsung memberi ide bagi pelaku bunuh diri. "Tayangan itu memberi ide bagi mereka. Apalagi kasus bunuh diri diulas secara mendalam dan berulang-ulang kali," keluhnya.
Lebih lanjut, Tika mengatakan, dorongan untuk bunuh diri menjadi semakin menjadi dalam diri si pelaku ketika cara yang dilakukan oleh pendahulunya berhasil. "Apalagi setelah itu korban menjadi pusat perhatian. Selama ini kan mereka yang nekad bunuh diri rata-rata merasa tidak mendapatkan perhatian dari orang lain," cetusnya.
Namun, pendapat psikolog tersebut dianggap tidak sepenuhnya benar oleh Ade Armando, pengamat komunikasi dari Universitas Indonesia (UI). Menurutnya, hak media massa untuk menyampaikan berita apapun.
Pemberitaan media massa, kata Ade, tidak bisa dibatasi, termasuk berita aksi bunuh diri. Menayangkan berita adalah hak media massa. Asalkan muatan pemberitaannya pas. ''Khusus untuk berita bunuh diri, alangkah lebih baiknya jika diselipkan komentar atau masukan dari psikolog sehingga masyarakat tidak meniru aksi bunuh diri yang ditayangkan," jelasnya.
Menurut Armando, semakin banyaknya kasus bunuh diri di ibukota lebih disebabkan kepada faktor depresi yang ada pada diri pelaku aksi bunuh diri. Orang yang kadar depresinya tinggi, imbuh dia, tidak memiliki keseimbangan jiwa. "Kebanyakan yang melakukan bunuh diri itu orang yang depresi dan tidak memiliki teman untuk berbagi masalah," tegasnya. c08/eye
Posted by man_araby1984@yahoo.com
on 08.11.
Filed under
Pemberitahuan
.
You can follow any responses to this entry through the RSS 2.0
Hanya berita yang menjadi solusi bagi masyarakat saja yang mestinya dipublikasi. Dan, berita sampah, sebaiknya diseleksi bahkan jangan dipulikasikan!